• Menengok Kembali Mestakung

    “Dan disinilah saya menyaksikan sisa-sisa ingatan lalu, sebuah kenangan berhenti mengejar karena telah pulang memori itu”

    Semesta Mendukung (mestakung), sebuah film persembahan karya John de Rantau pada tahun 2011 yang mengadopsi cerita dari kehidupan nyentrik di Pulau Madura yang sarat akan budaya dan masyarakatnya yang unik. Seorang siswa yang terlahir dari keluarga tak mampu berhasil mewujudkan impiannya membawa pulang medali emas olimpiade fisika dan mengharumkan nama bangsa. Meski demikian, film ini masih sangat kental menggambarkan situasi Madura khususnya Sumenep yang belum banyak tersorot media. Alhasil, Mestakung menyedot banyak perhatian masyarakat khususnya Madura.

    Melihat latar belakang alur dan ceritanya, bisa dipastikan mestakung sangat mendidik dan baik bagi generasi muda yang akan bangkit untuk mencapai cita-cita dan impiannya. Sukses dengan jalan cerita demikian, Mestakung juga dibintangi oleh beberapa aktor dan aktris nasional seperti Revalina S. Temat, Ferry Salim, Indro Warkop, Febby Febiola hingga seniman kawakan Sudjiwo Tedjo sehingga semakin menambah daya tarik untuk ditonton. Lokasi pengambilan film pun dilakukan langsung di Sumenep sehingga masyarakat Sumenep sudah tentu tak asing dengan Mestakung. Sayangnya, berbagai keterbatasan fasilitas ditemui di lokasi syuting dan berimbas pula pada masyarakat sekitar. Mereka hanya menyaksikan proses syuting pembuatan film atau menjadi penonton behind the scene  tanpa mengetahui maksud, kapan di tayangkan bahkan judulnya.

    Syuting film dilakukan di beberapa desa di Kecamatan Saronggi khususnya di Desa Nambakor. Sebuah desa yang dikenal dengan seribu kincir anginnya. Desa Nambakor terletak di pinggiran kota Sumenep tepatnya di sisi selatan. Dengan lokasi yang strategis dan keunikan wilayahnya yang 90% digunakan untuk tambak produki garam, desa ini memiliki view yang menarik dan unik. Penggambaran Madura secara keseluruhan telah terwakili oleh Desa Nambakor karena identik dengan sebutannya sebagai Pulau Garam. Kelebihan ini apik digunakan untuk beberapa pengambilan scene film. Meskipun hingga kini lokasi-lokasi yang dipergunakan untuk film masih utuh, namun tidak ada pengelolaan yang baik dari pihak yang terlibat.

    Setelah proses syuting selesai, Desa Nambakor ditinggalkan kenangan. Kenangan bahwa pernah dilakukan sebuah proyek nasional yang melibatkan wilayahnya. Kebanggan masyarakat Nambakor tak pernah luntur, mereka masih mengingat jelas bagaimana beberapa adegan dilakukan di beberapa rumah. Bagaimana jalan utama penghubung desa ditutup total untuk kelancaran film. Dan bagaiamana para artis berlenggok memainkan perannya di sana. Sedari tahun 2011 hingga malam kemarin (29/07) akhirnya untuk pertama kalinya mereka baru bisa menyaksikan Mestakung. Sebuah pagelaran layar tancep berhasil menghipnotis dan menculik nuansa kenangan-kenangan tersebut. Terutama bagi para pemain asli Nambakor (sampingan).  Seakan kembali bernostalgia dengan masa lalu, masyarakat Nambakor bersuka cita menyambut acara nonton bersama yang diadakan oleh beberapa mahasiswa yang tengah menjalani KKN di sana.

    Malam itu seperti launching perdana Mestakung. Seluruh lapisan masyarakat Desa Nambakor menumpuk memenuhi latar Balai Desa untuk menyaksikan karya yang dibanggakan mereka. Tak ayal, ketika pemutaran memasuki adegan tertentu, warga menunjuk-nunjuk layar dan memastikan dimana mereka pada saat itu. Entah lewat dengan sepeda, atau berjalan kaki, atau hanya menonton dibalik syuting. Suka cita, cengkrama, rasa bahagia terpancar dari raut lelah mereka. Satu persatu ingatan-ingatan mereka pun kembali pulang di fikiran. Acara ini sukses menghibur masyarakat.

    Sujarwo Efendi selaku mahasiswa KKN UTM sekaligus ketua pelaksana acara menjabarkan, agenda ini dilakukannya karena ingin menumbuhkan kembali ingatan mereka tentang Mestakung dan keinginan untuk menumbuhkan kerukunan masyarakat. “Fim ini mampu menghipnotis masyarakat untuk berkumpul menjadi satu dari ketiga dusun yang berjauhan sehingga sangat bermanfaat untuk menumbuhkan kembali rasa guyub rukun antar masyarakat Desa Nambakor” terang . Berbagai apresiasi juga dilontarkan oleh masyarakat salah satunya Budi. Ia menyatakan rasa senangnnya terhadap agenda nonton bersama ini “Acara seperti ini harus sering dilakukan karena sangat bermanfaat bagi masyarakat, selain karena filmya yang mendidik juga menumbuhkan kembali ingatan-ingatan mereka terhadap beberapa adegan film yang dimainkan disini”

    Mestakung kembali memikat hati. Meski film ini sudah diputar 6 tahun yang lalu, namun kenangannya di hati masyarakat Nambakor tetap membaru. Dan seperti itulah rindu Nambakor dengan memori yang telah kembali pulang. Sampai berjumpa lagi Mestakung di lain waktu.
  • 0 komentar:

    Posting Komentar

    NAMBAKOR: Bagian dari Desa Saya

    Bermimpilah dan yakinlah, maka Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu dan akan menghadirkannya di alam nyata tepat pada saat engkau membutuhkannya. “Innamaa amruhu idza arada syaian ayyakulalahu..kun fayakun…” yang artinya ” Bilamana Allah menghendaki sesuatu terjadi dan berfirman terjadi..maka terjadilah..” (Q.s Yasiin:82).

    ADDRESS

    Kec. Saronggi - Kab. Sumenep

    EMAIL

    desa.nambakor@gmail.com

    KEPALA DESA

    H. Abd. Salam
    087750130038

    SEKRETARIS DESA

    Zakir
    082331445789