
Berbicara mengenai budaya desa Nambakor tidak lepas dari nilai religiusitas. Kebiasaan sehari-hari, acara desa, dan adat-istiadat Nambakor hampir seluruhnya mengandung nilai islam. Perilaku gotong-royong, saling bekerja sama, dan keramahan masyarakat dapat dilihat dari budaya lokalnya.
Nambakor
memiliki satu kesenian ludruk yang bernama ‘Sinar Putra’. Kesenian ludruk ini
selain sebagai seni tradisional yang menggambarkan kecintaan warga akan nilai
seni yang tetap ingin dilestarikan, juga menunjukkan sisi humor masyarakat.
Seni pertunjukan ludruk telah berdiri di desa Nambakor sejak tahun 1960-an. Ludruk
merupakan suatu drama tradisional yang diperagakan oleh sebuah grup kesenian
dengan mengambil cerita tentang kehidupan rakyat sehari-hari, cerita perjuangan
dan lain sebagainya.
Cerita dalam ludruk diselingi dengan lawakan dan diiringi
dengan gamelan sebagai musik. Dialog dalam ludruk bersifat menghibur dan
membuat penonton tertawa. Pemain menggunakan bahasa Madura dan diselingi dengan
tembang Madura.
Selain sebagai fungsi penghibur dan pengisi acara di sebuah
acara desa, ludruk juga dijadikan sebagai penyampaian pesan-pesan moral melalui
cerita yang dipertunjukkan. Dalam setahun kelompok seni ludruk desa Nambakor
bisa menerima tawaran sebanyak 8-9 kali pertunjukan. Kisaran biaya yang
ditawarkan sekitar 8-10 juta dalam sekali pertunjukan, bergantung jarak lokasi
dan biaya transportasi.
0 komentar:
Posting Komentar