Deskripsi tentang kepatuhan masyarakat Desa Nambakor kepada empat figur utama tersebut sesungguhnya dapat dirunut standar referensinya pada sisi religius budayanya. Sebagai desa yang mayoritasnya beragama Islam, Desa Nambakor menampakkan ciri khas keislamannya, khususnya dalam aktualisasi ketaatan kepada ajaran normatif agamanya. Kepatuhan kepada kedua orangtua merupakan tuntunan Rasulullah SAW walaupun urutan hierarkisnya seharusnya mendahulukan Ibu (babbu’) kemudian Ayah (Buppa’).
Rasulullah menyebut ketaatan
anak kepada Ibunya berlipat 3 daripada Ayahnya. Selain itu juga dinyatakan
bahwa keridhaan orangtua “menjadi dasar” keridhaan Tuhan. Oleh karena secara
normatif dan religius derajat Ibu 3 kali lebih tinggi daripada Ayah maka
seharusnya kekhasan ketaatan masyarakat Desa Nambakor kepada ajaran normatif
Islam melahirkan budaya yang memosisikan Ibu pada hierarki tertinggi. Dalam
kenyataannya, tidak demikian.
Kendati pun begitu, secara kultural dapat
dimengerti mengapa hierarki Ayah diposisikan lebih tinggi daripada Ibu. Posisi
Ayah dalam sosiokultural masyarakat Nambakor memegang kendali dan wewenang
penuh lembaga keluarga sebagai sosok yang diberi amanah untuk bertanggung jawab
dalam semua kebutuhan rumah tangganya, di antaranya: pemenuhan keperluan
ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan keamanan seluruh anggota keluarga termasuk
di dalamnya Sang Ibu sebagai anggota dalam kepemimpinan lelaki.
Di sisi lain, kepatuhan masyarat Nambakor kepada
Guru (Kiai/Ustadz) maupun kepada pemimpin pemerintahan karena peran dan jasa
mereka itu dipandang bermanfaat dan bermakna bagi survivalitas (kemampuan
bertahan) dalam segala aspek ekonomi dan permasalahan yang ada di masyarakat Nambakor. Guru berjasa dalam mencerahkan pola pikir dan perilaku murid untuk memperoleh
kesejahteraan hidup di dunia dan keselamatan akhirat kelak.
Kontribusi mereka
dipandang sangat bermakna dan berjasa besar karena telah memberi bekal untuk
survivalitas hidup di urusan dunia dan keselamatan akhirat pasca kehidupan
dunia. Sedangkan pemimpin pemerintahan berjasa dalam mengatur ketertiban
kehidupan masyarakat melalui akomodasi dalam beribadah, pemeliharaan suasana
aman, dan membangun kebersamaan atau keberdayaan secara partisipatif. Dalam
dimensi religiusitas, sebutan figur Rato dalam
perspektif masyarakat Nambakor disamakan dengan istilah ulil amri yang sama-sama wajib untuk dipatuhi.
0 komentar:
Posting Komentar